Malang City : Mengenal Pesona Wisata Gunung Kawi

Malang City : Mengenal Pesona Wisata Gunung Kawi - Gunung Kawi merupakan sebuah tempat wisata yang memiliki pesona tersendiri, bagaimana tidak, selain pemandangan yang bagus dan menarik, suasana magis di daerah ini sangat terasa, bau asap dupa tercium dimana-mana. Ada yang bilang, Gunung Kawi di kenal masyarakat luas sebagai tempat pesugihan. Benarkah itu ?

Perlu kita ketahui, Gunung Kawi bukan termasuk gunung yang tinggi, hanya sekitar +2.000 meter, akan tetapi gunung ini dijadikan obyek wisata utama masyarakat Tionghoa. Mengapa demikian ? seperti pepatah populer dikalangan masyarakat Tionghoa "Gunung tidak perlu tinggi asal ada dewanya"

Gunung Kawi berada di desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dulu di daerah ini disebut Ngajum. Namanya berubah menjadi Wonosari. Wono berarti "Hutan" sedangkan Sari berarti "Uang". 

Namun bagi warga setempat, WONOSARI dimaksudkan sebagai pusat rejeki yang dapat menghasilkan uang secara cepat. Nama "Wonosari" itu diambil karena ditempat ini terdapat sebuah obyek wisata Spiritual, berupa makam Raden Mas Imam Sujono alias Mbah Sujo dan makam Eyang Raden Mas Kyai Zakaria alias Mbah Jugo.

Wisata Gubung Kawi merupakan petilasan Prabu Sri Kameswara, lebih dikenal dengan nama keraton. Lokasinya di ketinggian 700 meter Gunung Kawi. Untuk mencapai tempat ini diperlukan perlu waktu setengah jam dari makam Eyang Bujo dan Sujo.

 

Malang City : Mengenal Pesona Wisata Gunung Kawi
Malang City : Mengenal Pesona Wisata Gunung Kawi

 

Mengenal cerita Gunung Kawi. Pada tahun 1200 masehi, lokasi ini pernah menjadi tempat pertapaan Prabu Kameswara, pangeran dari Kerajaan Kediri yang beragama Hindu, saat tengah menghadapi kemelut politik kerajaan. 

Konon, setelah bertapa di tempat ini, sang prabu berhasil menyelesaikan kekacauan politik di kerajaannya. Kini petilasan ini menjadi tempat pemujaan.


Malang City : Mengenal Pesona Wisata Gunung Kawi
Malang City : Mengenal Pesona Wisata Gunung Kawi

 

Biasanya lonjakan pengunjung yang melakukan ritual terjadi pada hari Jumat Legi (hari pemakaman Eyang Jugo) dan tanggal 12 bulan Suro (memperingati wafatnya Eyang Sujo). Ritual dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan.

Mengenal Pohon Dewandaru

Di area pesarean ini, terdapat sebuah pohon yang dianggap akan mendatangkan keberuntungan. Pohon ini disebut pohon dewandaru, pohon kesabaran. Pohon yang termasuk jenis cereme Belanda ini oleh orang Tionghoa disebut sebagai shian-to atau pohon dewa. Eyang Jugo dan Eyang Sujo menanam pohon ini sebagai perlambang daerah ini aman.

Untuk mendapat ‘simbol perantara kekayaan’, para peziarah menunggu dahan, buah dan daun jatuh dari pohon. Begitu ada yang jatuh, mereka langsung berebut. Untuk memanfaatkannya sebagai azimat, biasanya daun itu dibungkus dengan selembar uang kemudian disimpan ke dalam dompet.

Namun, untuk mendapatkan daun dan buah dewandaru diperlukan kesabaran. Hitungannya bukan hanya, jam, bisa berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Bila harapan mereka terkabul, para peziarah akan datang lagi ke tempat ini untuk melakukan syukuran

Di luar kompleks makam, ada Kelenteng Kwan Im. Lilin-lilin merah, besar, terus bernyala. Puluhan warga Tionghoa secara bergantian berdoa di sana. Disana juga ada ciamsi, ajang meramal nasib ala Tionghoa.

Sekitar 6 kilometer dari kompleks makam ada pertapaan Gunung Kawi. Jalannya bagus. Kompleks ini pun penuh dengan ornamen Tionghoa. Di ruang utama ada tiga dukun yang siap menerima kedatangan tamu, berdoa agar rezeki lancar.

Semoga Bermanfaat
Sumber : diambil dari berbagai sumber, untuk tambahan informasi, silahkan kunjungi :
http://bit.ly/7z3FVQ | http://bit.ly/HQkiWL | http://bit.ly/I37dTT

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda



Comments